Sekelompok anak tunanetra terlihat duduk bersila menyimak kitab Al Quran berhuruf braille di pangkuannya ketika seorang di antara mereka membaca ayat Al Quran dengan suara keras. Jari-jemari mereka bergerak dari huruf ke huruf braille yang sedang dibacakan.
Para penyandang tunanetra di Panti Penganthi tersebut antara lain David Mustafa, Ngadiwan, Agus, Lutfi, Muji, dan Parikin. Selama bulan Ramadhan ini, mereka bertadarus seusai shalat tarawih.
David Mustafa (24), asal Mandiraja, Kabupaten Banjarnegara, yang telah tinggal di panti tersebut sekitar tiga tahun ini selalu menyempatkan diri untuk bertadarus bersama teman-temannya.
Dia mengaku bisa membaca Al Quran berhuruf braille setelah belajar sekitar enam bulan dari seorang guru dari Yogyakarta yang didatangkan pihak panti untuk mengajari mereka.
"Saya sudah belajar di panti sekitar tiga tahun. Saya senang bisa membaca Al Quran lagi setelah lama tidak bisa membaca," kata pria yang mengalami kebutaan saat berumur 17 tahun ini.
Sebelum bisa membaca Al Quran braille, ia mengaku sering menangis saat mendengar orang membaca Al Quran. "Saya ingin sekali kembali dapat membaca Al Quran sebagaimana layaknya orang normal. Alhamdulillah, saya akhirnya bisa membaca Al Quran lagi. Hati saya merasa tenang," katanya.
Selain bertadarus pada malam hari, dia juga membagi kepandaiannya kepada teman-temannya di panti yang ingin belajar membaca Al Quran berhuruf braille pada siang hari.
"Untuk menghidupkan suasana Ramadhan, pada siang hari, kami mengajari teman-teman membaca Al Quran braille," kata lulusan SMP 3 Purworejo Klampok, Banjarnegara, ini.
Kasi Rehabilitasi dan Penyantunan Panti Tuna Netra dan Tuna Rungu Wicara (PTNTRW) Temanggung Bambang Hardjunanto mengatakan, selama bulan Ramadhan, banyak kegiatan keagamaan diselenggarakan di panti.
Pada siang hari, mereka mengikuti pelajaran seperti hari-hari biasa. Saat zuhur, dilakukan shalat berjamaah dan dilanjutkan kuliah tujuh menit (kultum) dari dan oleh anak-anak panti.
Sehabis shalat asar berjamaah dilanjutkan pendalaman materi agama Islam bekerja sama dengan Pondok Assalam Kranggan. Pada malam hari, ada shalat tarawih dan tadarus.
Selain itu, katanya, juga diselenggarakan lomba baca Al Quran braille dan cerdas cermat tentang agama Islam.
Ia menyebutkan, penghuni PTNTRW terdiri dari 75 tunanetra dan 25 tunarungu-wicara. Menurut dia, penghuni panti yang beragama Islam diajari membaca Al Quran braille.
PTNTRW telah memiliki guru khusus untuk membimbing membaca Al Quran braille yang juga seorang tunanetra dari Yogyakarta, Zainuddin. "Sudah terjadwal, setiap hari Jumat guru tersebut mengisi materi belajar Al Quran braille di sini," katanya.
Menurut dia, huruf Arab braille sangat berbeda dengan braille latin sehingga diperlukan ketekunan untuk bisa menguasainya. Panti Penganthi hanya mempunyai tujuh Al Quran braille.
Ia mengatakan, meskipun pendalaman agama dilakukan mulai pukul 16.00 hingga menjelang maghrib dan tadarus Al Quran seusai tarawih, mereka banyak membaca Al Quran di masjid menjelang shalat lima waktu.
Menjelang sahur, kelompok anak penghuni panti juga ikut membangunkan masyarakat di sekitar panti di lingkungan Kewaluhan, Kelurahan Kertosari, dengan irama "thek-thek" dari suara kentongan.
"Pada tahun-tahun sebelumnya ’thek-thek’ tersebut dikombinasikan dengan kendang dan gitar. Namun karena sudah rusak, sekarang hanya dengan suara kentongan," katanya.
Meskipun hanya dengan suara kentongan, katanya, suara yang dihasilkan sangat menarik. Mungkin karena tidak bisa melihat, mereka justru mempunyai kepekaan irama yang tajam.
Ia mengatakan, semula kegiatan tersebut dilakukan hanya di lingkungan panti untuk membangunkan teman-temannya. Namun, kebiasaan itu kemudian berkembang hingga di luar lingkungan panti.
"Kegiatan ini murni dari inisiatif anak-anak dan kami hanya memfasilitasi. Masyarakat merasa senang dengan kegiatan tersebut karena tidak terlambat untuk bangun makan sahur," katanya.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda dan Silahkan Tinggalkan Komentar