A. PENDAHULUAN
Bekerja dan berusaha, termasuk berwirausaha boleh dikatakan merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia karena keberadaannya sebagai khalifah fil-ardh dimaksudkan untuk memakmurkan bumi dan membawanya ke arah yang lebih baik ( QS. 11/Hud : 61 )
Dalam kamus Bahasa Indonesia, wirausaha diidentikkan dengan wiraswasta, sehingga wirausahawan dapat disebutkan sebagai “orang yang pandai atau berbakat mengenal produk baru, menentukan cara produksi baru, dan menyusun pedoman operasi untuk pengadaan produk baru,memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya. ( Suryanto (ed), Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya, Apollo, 1977 Hal 601 )
Bekerja dan berusaha, termasuk berwirausaha boleh dikatakan merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia karena keberadaannya sebagai khalifah fil-ardh dimaksudkan untuk memakmurkan bumi dan membawanya ke arah yang lebih baik ( QS. 11/Hud : 61 )
Dalam kamus Bahasa Indonesia, wirausaha diidentikkan dengan wiraswasta, sehingga wirausahawan dapat disebutkan sebagai “orang yang pandai atau berbakat mengenal produk baru, menentukan cara produksi baru, dan menyusun pedoman operasi untuk pengadaan produk baru,memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya. ( Suryanto (ed), Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya, Apollo, 1977 Hal 601 )
Akan tetapi adalah suatu kenyataan bahwa aktifitas berwirausaha merupakan bidang kehidupan yang kurang berkembang secara memuaskan di kalangan masyarakat pribumi atau masyarakat muslim Indonesia. Banyak factor psikologis yang membentuk sikap negatif masyarakat terhadap profesi wirausaha. Pertama, image lama yang melekat pada orang yang aktif pada bidang ini, antara lain sifat agresif, ekspansif, bersaing tidak jujur, kikir, sumber penghasilan tidak stabil. Image ini menyebabkan sebagian besar masyarakat kita tidak tertarik untuk berwirausaha. Para orang tua sebagian besar menginginkan anaknya menjadi pegawai negeri, pegawai di perusahaan swasta terkenal, jadi insinyur, dokter, pilot, tentara dan jabatan – jabatan keren lainnya. Hampir tidak ada yang menginginkan anaknya jadi wirausahawan. Kalaupun ada yang berminat, sangat terbatas di kalangan mereka yang tidak diterima di perguruan tinggi, pegawai, tentara dan sebagainya.
Kedua, sikap tidak tertarik pada kegiatan wirausaha itu juga dipicu oleh pemahaman yang terlalu simplistic (dangkal) terhadap ajaran agama, khususnya hadis – hadis yang secara sepintas dipahami seakan – akan tidak mementingkan kesuksesan di dunia.
Misalnya : Dunia ini penjara bagi orang yang beriman, dan sorga bagi orang kafir ( Al Hadits )
Di samping itu juga ditemukan ajaran – ajaran agama, khususnya di dunia tasawuf dan tarekat yang, jika dipahami secara sempit, akan cenderung mengecilkan arti prestasi keduniaan, seperti zuhud, wara, faqir dan sebagainya.
Kondisi yang memprihatinkan akibat tradisi dan pemahaman ini akhirnya membuat anak negeri kurang menyentuh kewirausahaan, dan pada gilirannya menyebabkan negeri kita sangat tertinggal bila dibandingkan dengan negara – negara seperti Singapura, Jepang, Korea, Hongkong bahkan Malaysia, di mana negara tersebut mempunyai masyarakat yang memiliki jiwa wirausaha yang sangat tinggi.
Berangkat dari dasar pemikiran itu, maka pengembangan dan penumbuhan jiwa kewirausahaan merupakan tugas yang inhern dalam agama, dan juga merupakan salah satu alternatif bagi pemulihan krisis ekonomi dan lapangan kerja yang masih melilit bangsa kita.
Paling tidak ada dua alasan mengapa kewirausahaan perlu dikembangkan di Indonesia, dengan penduduk yang mayoritas muslim ini. Pertama, kenyataan dari sejumlah angkatan kerja yang ada, masih sangat sedikit yang tertampung dalam lapangan kerja, sehingga pembukaan lapangan kerja baru menjadi suatu keniscayaan dalam pemberdayaan masyarakat Indonesia.
Kedua, Nabi Muhammad SAW yang merupakan ikutan dan teladan bagi ummat Islam, komunitas terbanyak negeri ini, adalah seorang pedagang yang sangat ulet dan professional, jujur, memegang amanah, dan terpercaya. Bahkan kredibilitas dan integritas pribadinya sebagai pedagang mendapat pengakuan, bukan hanya dari kaum muslimin, tetapi juga orang Yahudi dan Nasrani, dikarenakan Nabi menjalankan usahanya dengan sangat professional ( Semua sejarah Nabi Muhammad membuktikan hal ini. Lihat, misalnya, Husein Haekal, Hayatu Muhammad )
B. Berusaha Bagian Integral dari Kehidupan
Sebagai agama yang menekankan dengan kuat sekali tentang pentingnya keberdayaan ummatnya, maka Islam memandang bahwa berusaha atau berwirausaha merupakan bagian integral dari ajaran Islam. Terdapat sejumlah ayat dan hadis Nabi Muhammad SAW yang menjelaskan pentingnya aktifitas berusaha itu. Di antaranya :
Apabila telah ditunaikan sholat, maka bertebaranlah di muka bumi. Dan carilah karunia Allah ( QS Al Jumuah : 10 ).
Sungguh seandainya salah seorang di antara kalian mengambil beberapa utas tali, kemudian pergi ke gunung kemudian kembali memikul seikat kayu bakar dan menjualnya, kemudian dengan hasil itu Allah mencukupkan kebutuhan hidupmu, itu lebih baik daripada meminta – minta kepada sesama manusia, baik mereka memberi maupun tidak. ( HR Bukhari ).
Pernah suatu saat Rasulullah ditanya oleh para sahabat, “pekerjaan apa yang paling baik ya Rasulullah ? Rasulullah menjawab, seorang bekerja dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang bersih. ( HR Al Bazzar )
Pedagang yang jujur lagi terpercaya adalah bersama – sama Nabi, orang – orang shadiqin, dan para syuhada ( HR Tirmidzi dan Ibnu Majah ).
Perhatikan olehmu sekalian, sesungguhnya perdagangan itu di dunia ini adalah sembilan dari sepuluh pintu rezeki ( HR Ahmad ).
Hadis – hadis di atas memperlihatkan bagaimana kewirausahaan merupakan aktifitas yang inhern dalam ajaran Islam. Sedemikian strategisnya kedudukan kewirausahaan dan perdagangan dalam Islam, hingga teologi Islam itu dapat disebutkan sebagai “teologi perdagangan” ( commercial theology ). Hal tersebut dapat dilihat dalam kenmyataan bahwa :
Hubungan timbal balik antara Tuhan dan manusia bersifat perdagangan betul, Allah adalah Saudagar sempurna. Ia ( Allah ) memasukkan seluruh alam semesta dalam pembukuan-Nya. Segalanya diperhitungkan, tiap barang diukur. Ia telah membuat buku perhitungan, neraca – neraca, dan Ia ( Allah ) telah menadi contoh buat bisnis - bisnis yang jujur.
Pengembangan kewirausahaan di kalangan masyarakat Indonesia memiliki manfaat yang terkait langsung dengan pengembangan masyarakat. Manfaat tersebut antara lain: Pertama, pengembangan kewirausahaan akan memberikan konstribusi yang besar bagi perluasan lapangan kerja, sehingga dapat mengurangi angka pengangguran.
Kedua, berkembangnya kewirausahaan akan meningkatkan kekuatan ekonomi negara. Telah terbukti dalam sejarah perjalanan bangsa kita, bahwa UKM adalah basis ekonomi yang paling tahan menghadapi goncangan krisis yang bersifat multidimensional.
Ketiga, dengan semakin banyaknya wirausahawan, termasuk wirausahawan muslim, akan semakin banyak tauladan dalam mayarakat, khususnya dalam aktifitas perdagangan. Sebab, para wirausahawan memiliki pribadi yang unggul, berani, independen, hidup tidak merugikan orang lain, sebaliknya malah memberikan manfaat bagi anggota masyarakat yang lain. Keempat, dengan berkembangnya kewirausahaan, maka akan menumbuhkan etos kerja dan kehidupoan yang dinamis, serta semakin banyaknya partisipasi masyarakat terhadap pembangunan bangsa.
C. Sifat – Sifat Dasar wirausaha Muslim
Sebagai konsekuensi pentingnya kegiatan wirausaha, Islam menekankan pentingnya pembangunan dan penegakkan budaya kewirausahaan dalam kehidupan setiap muslim. Budaya kewirausahaan muslim itu bersifat manusiawi dan religius, berbeda dengan budaya profesi lainnya yang tidak menjadikan pertimbangan agama sebagai landasan kerjanya.
Dengan demikian seorang wirausahawan muslim akan memiliki sifat – sifat dasar yang mendorongnya untuk menjadi pribadi yang kreatif dan handal dalam menjalankan usahanya atau menjalankan aktivitas pada perusahaan tempatnya bekerja. Sifat – sifat dasar itu di antaranya ialah :
- Selalu menyukai dan menyadari adanya ketetapan dan perubahan. Ketetapan ditemukan antara lain pada konsep aqidah ( QS. Al Anbiya : 125 ). Sedangkan perubahan dilaksanakan pada masalah – masalah muamalah, termasuk peningkatan kualitas kehidupan (QS al Ra’d : 11 ).
- Bersifat inovatif, yang membedakannya dengan orang lain. Al Quran menempatkan manusia sebagai khalifah, dengan tugas memakmurkan bumi, dan melakukan perubahan serta perbaikan ( al Hadis ).
- Berupaya secara sungguh – sungguh untuk bermanfaat bagi orang lain. Ada beberapa hadis Nabi yang menjelaskan keharusan seseorang untuk bermanfaat bagi orang lain. Manusia terbaik adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain ( al Hadis ). Siapa yang membantu seseorang untuk menyelesaikan kesulitan didunia, niscaya Tuhan akan melepaskannya dari kesulitan di hari kemudian ( al Hadis ).
Siapa yang menyayangi seseorang di dunia, maka Yang Di Langit akan menyayanginya ( al Hadis )Tidak disebut seseorang itu beriman sebelum ia menyayangi saudaranya sebagaimana ia menyayangi dirinya sendiri ( al Hadis ).Karyanya dibangun secara berkelanjutan. Bukan hanya untuk sesaat atau untuk dirinya sendiri atau orang sezamannya, tetapi untuk jangka waktu yang lebih panjang dan bagi generasi – generasi sesudahnya. Bukan hanya diusahakan berjalan baik pada masanya, tetapi juga sesudahnya. Tegasnya, dibutuhkan pelembagaan bagi sistem kerjanya. Banyak hadist dan ayat – ayat yang memberikan bimbingan dalam hal ini. Di antaranya : Bekerjalah kamu untuk dunia seolah – olah engkau hidup selama – lamanya, dan bekerjalah untuk akhirat, seolah olah kamu akan mati esok hari ( al Hadis ).
Sekiranya kamu tahu bahwa engkau akan mati esok hari, silakan kamu menanam kurma hari ini ( al Hadis ).
Hendaklah merasa kawatir orang – orang yang meninggalkan keturunannya berada dalam keadaan lemah, kawatir akan masa depan mereka ( QS. Al Nisa’ : 9 )
D. Memulai Usaha dengan Menata Keluarga Dahulu
Keluarga merupakan hal yang tak terpisahkan dari dunia bisnis/usaha. Permasalahan keluarga akan berpengaruh pada maju mundurnya suatu usaha. Ibaratnya, keluarga dan bisnis adalah dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan. Karenanya, ketika akan mengawali usaha kita harus menata atau memenej keluarga terlebih dulu. Anggota inti keluarga hendaknya bisa memahami tentang dunia usaha yang dipilih. Pemahaman ini akan mengurangi kemungkinan terjadinya konflik dalam keluarga.
“Kaum laki – laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka ( laki – laki ) atas sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka (laki – laki ) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Oleh karena wanita yang salehah adalah yang taat kepada Allah dan memelihara diri saat suami tidak di hadapannya. Oleh karena Allah telah memelihara mereka. ( QS. An Nisaa: 34 ).
Menata keluarga yang baik adalah bagaimana kita menjalankan roda kehidupan keluarga berdasarkan Qur’an dan Sunnah Nabi. Apabila anggota keluarga telah menjalankan kewajiban dan memperoleh haknya, Insya Allah, akan terwujud keluarga sakinah. Suami mempunyai hak dan kewajiban ( akhlaq suami ), istri juga mempunyai hak serta kewajiban ( akhlaq istri ). Selain itu juga ada hak dan kewajiban orang tua ( akhlaq orang tua ) dan hak serta kewajiban anak kepada orang tuanya ( akhlaq anak ). Semuanya telah diatur dalam Islam. Apabila kesemuanya bisa berjalan dengan baik dan benar, berarti kehidupan keluarga bisa berjalan dengan landasan akhlaqul karimah. Pada keluarga yang demikian, apabila menjalankan sebuah usaha, Insya Allah kemungkinan suksesnya lebih besar.
E. Integritas Wirausahawan Muslim
Keberhasilan seorang wirausahawan muslim bersifat independen. Artinya keunggulannya berpusat pada integritas pribadinya, bukan dari luar dirinya. Hal ini selain menimbulkan kehandalan menghadapi tantangan,juga merupakan garansi tidak terjebak dalam praktek – praktek negarif dan bertentangan dengan peraturan, baik peraturan negara maupun peraturan agama. Integritas wirausahawan muslim tersebut terlihat dalam sifat – sifatnya, antara lain :
1. Taqwa, tawakal, zikir dan bersyukur
Seorang wirausahawan muslim memiliki keyakinan yang kukuh terhadap kebenaran agamanya sebagai jalan keselamatan, dan bahwa dengan agamanya ia akan menjadi unggul. Keyakinan ini membuatnya melakukan usaha dan kerja sebagai dzikir dan bertawakal serta bersyukur pasca usahanya.
2. Motivasinya bersifat vertical dan horisontal
Motivasi wirausahawan muslim bersifat vertical dan horizontal. Secara horizontal terlihat pada dorongannya untuk mengembangkan potensi dirinya dan keinginannya untuk selalu mencari manfaat sebesar mungkin bagi orang lain. Sementara secara vertical dimaksudkan untuk mengabdikan diri kepada Allah SWT. Motivasi di sini berfungsi sebagai pendorong, penentu arah dan penetapan skala prioritas. Rasulullah SAW menyebutkan bahwa nilai suatu pekerjaan dilihat dari kualitas niatnya sendiri ( al Hadis ). Orang harus bekerja untuk kebahagiaan dirinya sendiri dan keluarganya serta untuk orang lain.
3. Niat Suci dan Ibadah
Islam menekankan bahwa keberadaan manusia di dunia adalah untuk mengabdikan diri kepada-Nya ( QS. Al Dzariyat: 56 ). Bagi seorang muslim, menjalankan usaha merupakan aktifitas ibadah sehingga ia harus dimulai dengan niat yang suci ( lillahi ta’ala ), cara yang benar, dan tujuan serta pemanfaatan hasil secara benar. Sebab dengan itulah ia memperoleh garansi keberhasilan dari Tuhan.
4. Memandang Status dan profesi sebagai amanah
Seorang wirausahawan muslim senantiasa menyadari bahwa statusnya atau profesinya sebagai amanah. Karena itu, keberadaannya dalam tugas dan jabatan apapun selalu digunakan untuk mencapai penunaian amanah itu ( QS. Al Mukminun: 8 ).
5. Aktualisasi diri untuk melayani
Wirausahawan muslim senantiasa berusaha untuk mengaktualisasikan dirinya, melayaninya ( antum a’lamu bi umiri dunyakum ), melayani konumen atau orang – orang yang menaruh harapan kepadanya atau kerjanya. Berusaha selalu memberikan pelayanan yang baik kepada orang atau lembaga yang berusaha membantu atau memajukan usahanya. Semuanya dilakukan dengan penuh kesadaran bahwa, apa yang dilakukan sebagai pengabdian kepada Yang Maha Menentukan baik semuanya, yakni Allah SWT.
6. Mengembangkan Jiwa Bebas Merdeka
Bagi wirausahawan muslim, perlu memiliki jiwa bebas-merdeka. Baginya rahmat Tuhan dan rezeki-Nya sangat tidak terbatas sehingga cara dan upaya untuk mencapainya sangat luas pula. Perasaan ini membuatnya menjadi agak tampak tak merasa terikat dengan system yang ada. Namun kebebasannya selalu didasari pada patok –patok atau filosofi dan nilai – nilai yang dianggapnya benar.
7. Azam Bangun Lebih Pagi
Rasulullah mengajarkan kepada kita agar mulai bekerja sejak pagi hari. Setelah sholat Subuh, kalau tidak terpaksa, sebaiknya jangan tidur lagi. Bergeraklah untuk mencari rezeki dari Rab-mu. Para malaikat akan turun dan membagi rezeki sejak terbit fajar sampai terbenam matahari.
8. Selalu berusaha Meningkatkan lmu dan Ketrampilan
Ilmu pengetahuan dan ketrampilan, dua pilar bagi pelaksanaan suatu usaha. Oleh karenanya, memenej perusahaan berdasarkan ilmu dan ketrampilan di atas landasan iman dan ketaqwaan merupakan salah satu kunci keberhasilan seorang wirausahawan.
9. Semangat Hijrah
Seorang wirausahawan muslim perlu memiliki semangat hijrah. Hijrah merupakan salah satu strategi Nabi Muhammad, yang pantas diteladani dan sangat cocok untuk diterapkan dalam dunia bisnis. Makna hijrah ini bukan hanya berarti kepindahan fisik semata, namun juga bermakna meninggalkan perbuatan yang dilarang Allah dan berusaha sekuat tenaga untuk menalankan perintah-Nya. Hijrah ( dalam arti fisik dan spiritual ) dalam berbisnis akan mendatangkan semangat baru, bahkan juga peluang baru yang tidak diduga sebelumnya.
10. Keberanian Memulai
Keberanian seringkali bukan merupakan bawaan lahir. Sebab, setiap orang dapat mengembangkan keberaniannya, dan bila dilakukan secara sungguh – sungguh keberanian tersebut akan berkembang dan berdayaguna. Bill Gates merupakan salah satu contoh yang baik dalam hal ini. Sebab dalam usia 19 tahun ia memilih keluar dari kuliahnya di Harvard Business School dan memilih terjun ke dunia usaha atau mejadi wirausahawan. Akhirnya keberanian tersebut mengantarkannya pada suatu keberhasilan yang tercatat dalam sejarah kewirausahaan dunia.
11. Memulai Usaha dengan Modal Sendiri Walaupun Kecil
Banyak orang berpendapat, uang adalah modal utama usaha dan harus tersedia dalam jumlah yang cukup/besar. Pandangan ini tidak mutlak salah namun juga belum tentu benar. Memang uang diperlukan sebagai modal usaha, tapi bukan satu – satunya, dan jumlahnyapun tidak selalu harus besar. Ada modal lain yang juga dangat penting, yaitu semangat, kesungguhan dan karakter serta keahlian/ketrampilan. Banyak contoh, mereka yang semula hanya “bermodal dengkul”, namun didukung dengan kesungguhan dan kerja keras dan kecerdasannya akhirnya bisa meraih sukses.
Memulai usaha dengan modal sendiri meskipun kecil, apalagi kalau modal itu diperoleh dari hasil keringat sendiri ( bukan dari warisan apalagi meminta – minta ), merupakan awal yang baik untuk meraih sukses.
12. Sesuai Bakat
Setiap manusia dikarunia Allah kelebihan dan kekurangan. Kelebihan atau potensi dalam diri seseorang dapat dikembangkan atau dimenej untuk mencari rezek. Usaha yang dirintis dari hobby atau potensi/ketrampilan yanga ada dalam dirinya akan lebih berpeluang untuk sukses. Sebab ia akan selalu bersemangat, pekerjaannya menyenangkan, sehingga ia akan mencintainya. Hampir semua pengusaha yang sukses memulai usahanya dari sesuatu yang dicintai dan potensi yang ada dalam dirinya.
13.Jujur
Kejujuran merupakan salah satu kata kunci dalam kesuksesan seorang wirausahawan. Sebab suatu usaha tidak akan bisa berkembang sendiri tanpa ada kaitan dengan orang lain. Sementara kesuksesan dan kelanggengan hubungan dengan orang lain atau pihak lain, sangat ditentukan oleh kejujuran keduabelah pihak. Itulah sebabnya Nabi Muhammad SAW menyatakan bahwa “Kejujuran akan membawa ketenangan sementara ketidakjujuran akan menimbulkan keragu-raguan.” ( HR Turmudzi )
14.Suka Menyambung Tali Silaturahmi
Seorang wirausahawan haruslah sering melakukan silaturahmi dengan mitra bisnis dan bahkan juga dengan konsumennya. Hal ini harus merupakan bagian dari integritas seorang wirausahawan muslim. Sebab dalam perfektif Islam, silaturahmi selain meningkatkan ikatan persaudaraan juga akan membuka peluang – peluang bisnis baru. Hal ini sejalan dengan hadis Rasulullah SAW : “Siapa yang ingin murah rezekinya dan panjang umurnya, maka hendaklah ia mempererat hubungan silaturahmi.” ( HR Bukhari )
15.Memiliki Komitmen Pada Pemberdayaan
Menurut perspektif Islam keberhasilan seseorang dalam usahanya bukanlah mutlak merupakan hasil kerjanya, melainkan merupakan kerja kolektif sejumlah manusia yang terkait dengannya. Oleh karenanya Islam menekankan sekali pentingnya komitmen pemberdayaan. Sedemikian pentingnya, sehingga menurut Islam, dalam harta seseorang selalu terdapat hak – hak orang miskin ( QS 51/Al Dzariyat : 19 )
Komitmen pada pemberdayaan memiliki arti luas, dan pelaksanaannya merupakan bagian dari tanggungjawab social pengusaha.
16.Menunaikan Zakat, Infaq dan Sadaqah ( ZIS )
Menunaikan zakat, infaq dan sadaqah harus menjadi budaya wirausahawan muslim. Menurut Islam sudah jelas, harta yang digunakan untuk membayar ZIS, tidak akan hilang, bahkan menjadi tabungan kita yang akan dilpatgandakan oleh Allah, di dunia dan di akhirat kelak. Perumpamaan orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah bagai sebutir biji yang tumbuh menjadi tujuh tangkai. Pada tiap tangkai itu berbuah seratus bijih dan Allah melipatgandakan ( pahala) bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan Allah mempunyai karunia yang luas lagi Maha Mengetahui ( QS 2/Al Baqarah : 261 )
Dalam ayat lain Allah berfirman : ( yaitu ) orang – orang yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang kami berikan kepada mereka. Itulah orang – orang yang beriman dengan sebenar – benarnya. Mereka akan memperoleh derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki ( nikmat ) yang mulia. ( QS Al Anfal : 3-4 ).
Pengertian sebagian dari rezeki, sebagaimana ayat di atas, idealnya adalah sekitar 35 persen. Karena itu, bagi wirausahawan muslim, nilai ZIS yang dibayarkan semestinya tidak kurang dari 10 %.
17. Puasa Sunat
Hubungan antara bisnis dan keluarga ibarat dua sisi mata uang sehingga satu sama lain tidak bisa dipisahkan. Sebagai seorang entrepreneur, disamping menjadi pemimpin di perusahaannnya dia juga menjadi pemimpin di rumah tangganya. Membiasakan keluarga , istri, anak, untuk melaksanakan puasa-puasa sunat ( puasa senin-kamis, puasa hari besar, dsb), bahkan mewajibkannya ( untuk keluarga ) merupakan usaha yang sangat mulia dan akan sangat mendukung usaha.
18. Shalat Sunat
Shalat-shalat sunat seperti, shalat sunat wudhu, rawatib, tahajud, witir, fajar dan shalat sunat dhuha juga sangat penting dilaksanakan sehingga suasana keluarga akan terasa sejuk dan selalu dalam suasana agama. Mewajibkan shalat-shalat tersebut ( untuk keluarga) merupakan jalan terbaik sehingga doa keluarga yang dalam suasana agama tentu akan didengar Allah SWT
19. Shalat Malam
Allah telah memerintahkan kepada nabinya agar menjalankan shalat malam itu sebagaimana firmannya :
“ Dan sebagian malam itu gunakanlah untuk bertahajud sebagai shalat sunat bagimu, semoga Tuhanmu akan membangkitkanmu pada kedudukan yang terpuji “
20. Mengasuh Anak Yatim
“Tahukah kamu ( orang ) yang mendustakan agama ? Itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin” ( QS. Al Ma’un : 1-3 )
Sebagai pengusaha, mengasuh anak yatim merupakan kewajiban. Mengasuh atau memelihara dalam arti memberikan kasih sayang dan nafkah ( makan, sandang, papan dan biaya pendidikan ). Lebih baik lagi bila juga kita berikan bekal ( ilmu/agama/ketrampilan) sehingga mereka akan mampu mandiri menjalani kehidupan di kemudian hari.
21. Memampukan Orang Miskin
Allah SWT telah mewahyukan kepada Daud a.s. : “Kelak pada hari kiamat akan datang seorang hamba menghadapKu dengan membawa bekal amal kebajikan, maka pasti Aku serahkan segala kenikmatan sorga kepadanya. Daud berkata :”Ya Rabbi, siapakah hamba itu ?” Allah menjawab : “ Yaitu orang mukmin yang berusaha memenuhi keperluan sesamanya sampai berhasil ataupun tidak berhasil.” ( HR Al Khathib & Ibnu Asakir yang bersumber dari Ali ra ). Pepatah mengatakan, “Kalau kita menanam padi, maka rumput akan tumbuh, tetapi kalau kita menanam rumput, padi tidak akan tumbuh.”
Memampukan orang miskin adalah pekerjaan yang sangat mulia di sisi Allah dan merupakan tabungan kita untuk akhirat. Kalau kita menabung untuk akhirat ( padi ), maka dunia otomatis bisa diraih. Jadi dengan kata lain, kalau kita ingin dikayakan oleh Allah maka kita harus mau dan berani mengayakan orang lain. Atau, dengan jalan memampukan orang miskin.
22.Mengembangkan Sikap Tolerans
Toleransi, tenggang rasa, tepo sliro ( Jawa ) lamak diawak katuju diurang ( Minang ) merupakan sikap yang penting dimiliki wirausahawan. Dengan demikian, tampak orang bisnis itu supel, mudah bergaul, fleksibel, pandai melihat situasi dan kondisi, teguh memegang prinsip namun tidak kaku dalam berhubungan dengan pihak lain ( termasuk dengan pelanggannya ).
23. Bersedia Mengakui Kesalahan dan Suka Bertaubat
Kesalahan dan kegagalan bagi wirausahawan muslim merupakan hal berharga dan bias menjadi guru di kemudian hari. Dari situ ia akan selalu melakukan koreksi dan intropeksi diri, tanpa harus diketahui publik. Pengakuan terhadap kesalahan atau kegagalan merupakan bagian dari perubahan sikap ( taubat ). Sementara itu mengungkap aib orang lain tetap merupakan perbuatan tercela. Kedua petunjuk ini dilaksanaan dengan enyadari kegagalan tanpa mengeksposenya, sehingga ia dapat melakukanperbaikan ( taubatan nasuha ) oleh dirinya sendiri dan untuk diri serta manusia di sekitarnya.
Berdasarkan prinsip itu maka seorang wirausahawan muslim memiliki mental yang tangguh dalam menghadapi segala tantangan (QS al Taubah: 9), dan memiliki keyakinan yang tinggi bahwa ia dapat mengatasi segala tantangan dan kegagalan yang ada (QS.Al Zumar; 53
0 komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda dan Silahkan Tinggalkan Komentar