By: Ridho Islami
(Mahasiswa psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta)
(Mahasiswa psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta)
Setiap anak terlahir kedunia dengan sangat polos dan murni belum tersentuh oleh peradaban luar. Jiwanya yang masih suci menjadi penghibur bagi setiap orang yang dekat dengannya. Bagi anak kehangatan yang tiada tara adalah saat dia berada dalam pelukan seorang ibu. Ibu merupakan sarana dimana setiap anak dilahirkan. Kasih sayang dan kelembutan hatinya merupakan fitrah yang sudah dititahkan oleh Allah swt kepadanya. Ditangannya kasih sayang dan kelembutan menjadi bumbu-bumbu penghias karakteristik keperibadian anak. Jika seorang ibu mengasuhnya dengan kelembutan maka akan terlahir generasi pencerah peradaban bangsa. Rosulullah saw pernah memberikan wasiat kepada umatnya, bahwa maju mundurnya suatu peradaban bangsa terletak pada kaum perempuannya, oleh karena itu perempuan di anggap sebagai tiangnya Negara. Jika kaum perempuan setiap bangsa itu baik maka peradaban bangsa itu juga akan baik. Namun sebaliknya jika kondisi kaum perempuan itu tidak baik dan kurang diperhatikan oleh bangsa maka peradaban bangsa tersebut akan buruk.
Dalam era globalisasi nilai-nilai dimana batas-batasan antar negara telah kabur, serta dunia laksana panggung sandiwara dengan alur cerita yang khas hukum rimba, yang kuat yang menang dan yang kalah harus tunduk, telah mengubah pola pikir masyarakat dan berujung pada perubahan pola hidup mereka. Pandangan peran utama ibu yang dulu sebagai pengasuh anak di lingkungan rumah telah tergantikan dengan seorang ibu karier seiring dengan tuntutan kebutuhan hidup. Banyak dari sebagian ibu-ibu yang beranggapan “toh, sekarang ada baby sister yang siap mengurusi anak dan yang paling pentingkan kualitas kita bertemu dengan anak bukan kuantitasnya”. Pola pikir yang demikian memunculkan asumsi bahwa menjadi ibu pada hari ini tidaklah mudah karena sosok ibu senantiasa dihadapkan pada kondisi dilematis.
Ibu sebagai kaum perempuan secara psikologis mempunyai kepekaan emosional yang tinggi seperti suka cita, duka cita dan lain-lain menjadi kunci keharmonisan bagi setiap orang yang bersamanya. Anis mata dalam majalah tarbawi edisi khusus perempuan-perempuan menjelaskan bahwa peradaban kita akan menjadi indah ketika kita ber-empu pada perempuan. Sebab kata Hamka, perempuan adalah per-empu-an atau tempat bersandar. Sebab perempuan dalam kata Qur’an, adalah tempat kita menemukan ketenangan. Oleh karena itu seorang ibu seharusnya menjadi tempat berlabuh bagi anak. Sehingga anak akan selalu mencurahkan keinginan dan permasalahan mereka. Jangan sampai anak mencari tempat berlabuh selain kepada orang tuanya. Sosok ibu akan selalu dikenang dan dirindu oleh anak sampai dewasa meskipun jarak telah memisahkannya untuk bertemu. Semua itu tercipta karena adanya iklim ketentraman dari ketulusan dan ketabahan seorang ibu kepada anaknya.
Ketabahan dan ketulusan seorang ibu dalam membimbing dan membina anak-anaknya diungkapkan dalam pepatah arab yang berbunyi “ummul madrasah (ibu adalah sekolahan). Ibu merupakan sekolah awal dan yang utama bagi setiap anak yang lahir. Bahkan ada beberapa ahli psikologi dan kesehatan menganjurkan kepada para ibu-ibu yang dalam keadaan hamil untuk selalu mendengarkan al-qur’an agar saraf-saraf anak yang didalam kandungan tersiram nilai-nilai kebaikan sebagi wujud kasih sayang. Sungguh begitu besar kepedulian dan ketulusan seorang ibu terhadap anaknya. Tidak akan kita jumpai seorang guru yang memperhatikan muridnya menyamai ketulusan seorang ibu. Ketulusannya bisa kita ketahui sejak anak baru dilahirkan, dia menyambut kelahiran anak dengan senyuman diwajahnya. Seolah-olah rasa sakit yang dideritanya saat melahirkan hilang seketika. Kasih sayangnya pun dapat kita ketahui saat dia merangkul si bayi pada balutan selimut sembari berharap anaknya mejadi anak sholeh dan mushlih. Ketabahan dan kesabarannya pun dapat kita jumpai ketika seorang anak sedang ngompol atau meminta air susu pada tengah malam disaat orang lain terlelap dalam istirahat lelahnya.
Perjuangan dan pengorbanan sosok ibu terukir dalam al-qur’an dan as-sunnah. Sosoknya yang ikhlas memberi tanpa berharap imbalan kembali, membuat Allah swt meletakkan keridloan dan kemurkaannya berada disisi-Nya. Perjuangannya yang berat pun dipuji oleh nabi dalam hadistnya saat memberikan nasehat kepada putrinya Fatimah.“Fathimah, jika wanita mengandung anak di perutnya, malaikat pasti memohonkan ampunan baginya dan Allah pasti menetapkan baginya setiap hari seribu kebaikan, menghapus seribu kejelekannya. Ketika wanita itu merasa sakit saat melahirkan, Allah akan menetapkan baginya pahala para pejuang di jalan Allah. Jika ia melahirkan bayi, keluarlah dosa-dosanya seperti ketika ia dilahirkan ibunya dan tidak akan dikeluarkan dari dunia dengan suatu dosa apapun. Di kuburnya ia akan ditempatkan di taman-taman surga, Allah memberikan pahala seribu ibadah haji dan umrah dan seribu malaikat memohonkan ampunan baginya hingga Hari Kiamat.”.
Sosok seorang ibu seperti tokoh serikandi dalam pergelaran dunia global. Peranannya sebagai penabur benih-benih karakter anak menjadi pendobrak pintu generasi disetiap zaman. Rosulullah saw memujinya selama tiga kali ketika ada seorang laki-laki yang bertanya tentang sifat ikhtiram (penghormatan) kepada orang tuanya.“Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, siapa yang paling berhak memperoleh pelayanan yang terbaik dariku?” Rasulullah menjawab, “Ibumu.” Laki-laki itu bertanya lagi, “Lalu siapa lagi?” Rasul menjawab, “Ibumu.” Laki-laki itu bertanya lagi, “Lalu siapa lagi?” Rasul kembali menjawab, “Ibumu.” “Lalu siapa lagi,” tanyanya. Nabi menjawab, “Kemudian ayahmu.”. Jadi, jika kita ibaratkan sikap menghormati dan berbuat baik seorang anak kepada ibunya sepatutnya lebih banyak tiga kali lipat daripada penghormatan dan perilaku baiknya terhadap sang ayah.
Mother day’s hari ibu yang diperingati di Indonesia pada tanggal 22 desember merupakan bukti konkrit sebagai upaya untuk mengenang semangat dan perjuangan mereka dalam perbaikan bangsa. Ber-empu pada perempuan adalah dasar dari setiap lahirnya generasi yang berpradaban baru. Dalam pribahasa Bahasa jawa “mikul dhuwur mendhem jero” berarti anak harus selalu menjunjung tinggi martabat orang tua dengan selalu melakukan hal-hal yang positif dan tidak melakukan aib atau membuka aib keluarga sehingga martabat keluarga menjadi rusak. Maraknya generasi yang terjebak narkoba, seks bebas, mudah putus asa atau mengambil jalan pintas dengan bunuh diri, dan berbagai kejahatan yang tidak pernah terpikirkan akan dilakukan oleh usia anak-anak dan remaja, merupakan akibat dari keluarga yang broken home dan akibat dari peran ibu yang dilematis yaitu antar menjadi ibu pengurus rumah tangga dan ibu karier.
Islam dalam memberikan sanjungan dan penghormatan terhadap orang tua terkhusus adalah seorang ibu tanpa mengenal batasan waktu dan bulan-bulan tertentu. Ikatan emosional seorang ibu terhadap anaknya sudah menyatu bagaikan satu tubuh. Ikatan emosional itu menganjurkan setiap anak untuk selalu berikhtiram (memberi penghormatan yang sangat baik) bagi ibu. Dari sebuah kisah sufi, “Adalah hak Ibumu agar engkau mengingatnya bahwa beliau telah mengandungmu dalam rahimnya selama beberapa bulan. Memeliharamu dengan sari hidupnya. Mengerahkan semua yang ada padanya untuk memelihara dan melindungimu. Dia tidak memedulikan rasa laparnya, sedangkan engkau diberinya makan sepuas-puasnya. Dia mengalami rasa haus sementara dahagamu dipuaskan. Dia mungkin tak berpakaian layak, tapi engkau diberinya baju yang baik-baik. Dia mungkin berdiri di panas terik matahari, sementara engkau berteduh dalam bayangannya. Dia meninggalkan tidurnya yang enak demi tidurmu yang pulas. Dia melindungimu dari panas dan dingin. Dia menanggung semua kesusahan itu demi engkau! Maka engkau layak untuk mengetahui, bahwa engkau tak akan mampu bersyukur kepada Ibumu secara pantas, kecuali Allãh menolongmu dan memberikan keridaan untuk membalas akal-budinya.”
Sanjungan terhadap pengorbanan dan ketulusan seorang ibu terus mengalir dari setiap orang. Banyak dari syair-syair lagu yang terus merangkai untaian kalimat sanjungan kepada seorang ibu hingga menggetarkan hati bagi para pendengarnya. Tak luput juga banyak dari para trainer-trainer pengembangan spiritual mengangkat soal perjuangan dan kasih sayang ibu hingga membuat air mata audiens keluar dan seakan-akan terhipnotis untuk kembali kepada pangkuan seorang ibu. Rhoma irama dalam nada dan da’wahnya membawakan soal perjungan ibu dalam lagunya berjudul keramat. Si raja dang dut mengingatkan kita “hai manusia hormati ibumu yang melahirkan dan membesarkan mu. Darah dagingmu dari air susunya, jiwa ragamu dari kasih sayangnya. Dialah manusia satu-satunya yang menyayangimu tanpa ada batasnya. Do’a ibumu akan dikabulkan Tuhan dan kutukannya jadi kenyataan. Ridlo ilahi karena keridloannya dan murka ilahi karena murkanya. Jika engkau sayang pada kekasihmu, lebih kasih sayanglah pada ibumu dan jika engkau patuh pada raja, lebih patuhlah pada ibumu. Dia bukanlah seperti gunung tempat kita meminta, bukan lautan tempat kita memuja. bukan dukun tempat kita menghiba dan bukan juga kuburan tempat kita memohon do’a tiada keramat yang ampuh di dunia selain dari do’a ibumu. Untaian syair lagu tersebut mengingatkan kepada kita untuk selalu meminta do’a kepadanya meskipun kita telah dewasa.
Kepedulian kepada seorang ibu pun tidak hanya tertuang pada syair lagu-lagu. Namun dalam beberapa hal, kata istilah ibu juga lebih sering kita jumpai dari pada kata seorang ayah. Hal ini dapat kita ketahui bahwa pemerintah menggunakan kata ibu sebagai induk dari suatu Negara misalnya ibu kota bukan ayah kota. Dalam penghormatan jabatan pun kata ibu lebih diuatamakan misalkan jika seorang ayah menjadi president, maka istrinya sang prisiden pun akan mendapat sanjungan sebagai “ibu president”. Namun lain halnya, jika sang istri menjadi ibu president, maka sang suami (ayah) belum tentu atau bahkan tidak akan mendapatkan sanjungan sebagai bapak president melainkan suami ibu president.
Selalu memberi dan tidak mangharap imbalan kembali merupakan kalimat yang sangat cocok bagi perjuangan seorang ibu. Patut kita hormati dan hargai sepanjang masa sampai kita meninggal. Sifatnya yang menentukan maju dan mundurnya peradaban menjadi keharusan untuk ber-empu (bersandar) padanya. Keikhlasan yang tersirat dalam wajahnya dalam melayani dan mendidik anaknya mengajarkan kita arti ketulusan kepada semua orang. Kelembutan sikapnya mengajarkan kita untuk selalu berempati pada orang lain. Kesungguhannya dalam membimbing kita mengajarkan kita tentang arti tanggung jawab pada setiap yang dibebankan kepada kita. Sedangkan ketabahan dan kesabarannya mengajarkan kepada kita untuk selalu berprilaku sebelum berpikir.
Oleh karena itu lahirnya generasi peradaban baru akan menjadi lebih baik jika mereka bisa belajar dan meneladani kisah-kisah perjuangan seorang ibu. Generasi yang selalu birul walidain (berbuat baik pada ibu (kedua orang tua) )akan selalu mendapatkan pencerahan dalam proses berjalannya waktu. Kesulitan dan kerumitan yang dihadapi dalam hidup akan menjadi tantangan yang harus diselesaikan dengan bijak. Sedangkan petuah-petuah yang diberikan oleh ibu sejak kecil hingga dewasa menjadi panduan dasar dalam melaksanakan tugas-tugas. Kasih sayangnya dalam bersikap serta untaian do’anya disela-sela sholat memberikan spirit bagi anaknya disaat sudah tidak ada lagi orang yang peduli dengannya. Sungguh begitu mulianya seorang ibu. Dia remas bara untuk menghangatkan anaknya, dia rayu maut demi menghidupi anaknya. Senyumannya ibarat cahaya yang menyinari hari esok, meskipun wajah Keriputnya telah layu bicara dunia dan fisiknya tergolek lemah namun kata-kata sang ibu masih membara menyongsong generasi pembaru peradaban bangsa.
Dalam era globalisasi nilai-nilai dimana batas-batasan antar negara telah kabur, serta dunia laksana panggung sandiwara dengan alur cerita yang khas hukum rimba, yang kuat yang menang dan yang kalah harus tunduk, telah mengubah pola pikir masyarakat dan berujung pada perubahan pola hidup mereka. Pandangan peran utama ibu yang dulu sebagai pengasuh anak di lingkungan rumah telah tergantikan dengan seorang ibu karier seiring dengan tuntutan kebutuhan hidup. Banyak dari sebagian ibu-ibu yang beranggapan “toh, sekarang ada baby sister yang siap mengurusi anak dan yang paling pentingkan kualitas kita bertemu dengan anak bukan kuantitasnya”. Pola pikir yang demikian memunculkan asumsi bahwa menjadi ibu pada hari ini tidaklah mudah karena sosok ibu senantiasa dihadapkan pada kondisi dilematis.
Ibu sebagai kaum perempuan secara psikologis mempunyai kepekaan emosional yang tinggi seperti suka cita, duka cita dan lain-lain menjadi kunci keharmonisan bagi setiap orang yang bersamanya. Anis mata dalam majalah tarbawi edisi khusus perempuan-perempuan menjelaskan bahwa peradaban kita akan menjadi indah ketika kita ber-empu pada perempuan. Sebab kata Hamka, perempuan adalah per-empu-an atau tempat bersandar. Sebab perempuan dalam kata Qur’an, adalah tempat kita menemukan ketenangan. Oleh karena itu seorang ibu seharusnya menjadi tempat berlabuh bagi anak. Sehingga anak akan selalu mencurahkan keinginan dan permasalahan mereka. Jangan sampai anak mencari tempat berlabuh selain kepada orang tuanya. Sosok ibu akan selalu dikenang dan dirindu oleh anak sampai dewasa meskipun jarak telah memisahkannya untuk bertemu. Semua itu tercipta karena adanya iklim ketentraman dari ketulusan dan ketabahan seorang ibu kepada anaknya.
Ketabahan dan ketulusan seorang ibu dalam membimbing dan membina anak-anaknya diungkapkan dalam pepatah arab yang berbunyi “ummul madrasah (ibu adalah sekolahan). Ibu merupakan sekolah awal dan yang utama bagi setiap anak yang lahir. Bahkan ada beberapa ahli psikologi dan kesehatan menganjurkan kepada para ibu-ibu yang dalam keadaan hamil untuk selalu mendengarkan al-qur’an agar saraf-saraf anak yang didalam kandungan tersiram nilai-nilai kebaikan sebagi wujud kasih sayang. Sungguh begitu besar kepedulian dan ketulusan seorang ibu terhadap anaknya. Tidak akan kita jumpai seorang guru yang memperhatikan muridnya menyamai ketulusan seorang ibu. Ketulusannya bisa kita ketahui sejak anak baru dilahirkan, dia menyambut kelahiran anak dengan senyuman diwajahnya. Seolah-olah rasa sakit yang dideritanya saat melahirkan hilang seketika. Kasih sayangnya pun dapat kita ketahui saat dia merangkul si bayi pada balutan selimut sembari berharap anaknya mejadi anak sholeh dan mushlih. Ketabahan dan kesabarannya pun dapat kita jumpai ketika seorang anak sedang ngompol atau meminta air susu pada tengah malam disaat orang lain terlelap dalam istirahat lelahnya.
Perjuangan dan pengorbanan sosok ibu terukir dalam al-qur’an dan as-sunnah. Sosoknya yang ikhlas memberi tanpa berharap imbalan kembali, membuat Allah swt meletakkan keridloan dan kemurkaannya berada disisi-Nya. Perjuangannya yang berat pun dipuji oleh nabi dalam hadistnya saat memberikan nasehat kepada putrinya Fatimah.“Fathimah, jika wanita mengandung anak di perutnya, malaikat pasti memohonkan ampunan baginya dan Allah pasti menetapkan baginya setiap hari seribu kebaikan, menghapus seribu kejelekannya. Ketika wanita itu merasa sakit saat melahirkan, Allah akan menetapkan baginya pahala para pejuang di jalan Allah. Jika ia melahirkan bayi, keluarlah dosa-dosanya seperti ketika ia dilahirkan ibunya dan tidak akan dikeluarkan dari dunia dengan suatu dosa apapun. Di kuburnya ia akan ditempatkan di taman-taman surga, Allah memberikan pahala seribu ibadah haji dan umrah dan seribu malaikat memohonkan ampunan baginya hingga Hari Kiamat.”.
Sosok seorang ibu seperti tokoh serikandi dalam pergelaran dunia global. Peranannya sebagai penabur benih-benih karakter anak menjadi pendobrak pintu generasi disetiap zaman. Rosulullah saw memujinya selama tiga kali ketika ada seorang laki-laki yang bertanya tentang sifat ikhtiram (penghormatan) kepada orang tuanya.“Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, siapa yang paling berhak memperoleh pelayanan yang terbaik dariku?” Rasulullah menjawab, “Ibumu.” Laki-laki itu bertanya lagi, “Lalu siapa lagi?” Rasul menjawab, “Ibumu.” Laki-laki itu bertanya lagi, “Lalu siapa lagi?” Rasul kembali menjawab, “Ibumu.” “Lalu siapa lagi,” tanyanya. Nabi menjawab, “Kemudian ayahmu.”. Jadi, jika kita ibaratkan sikap menghormati dan berbuat baik seorang anak kepada ibunya sepatutnya lebih banyak tiga kali lipat daripada penghormatan dan perilaku baiknya terhadap sang ayah.
Mother day’s hari ibu yang diperingati di Indonesia pada tanggal 22 desember merupakan bukti konkrit sebagai upaya untuk mengenang semangat dan perjuangan mereka dalam perbaikan bangsa. Ber-empu pada perempuan adalah dasar dari setiap lahirnya generasi yang berpradaban baru. Dalam pribahasa Bahasa jawa “mikul dhuwur mendhem jero” berarti anak harus selalu menjunjung tinggi martabat orang tua dengan selalu melakukan hal-hal yang positif dan tidak melakukan aib atau membuka aib keluarga sehingga martabat keluarga menjadi rusak. Maraknya generasi yang terjebak narkoba, seks bebas, mudah putus asa atau mengambil jalan pintas dengan bunuh diri, dan berbagai kejahatan yang tidak pernah terpikirkan akan dilakukan oleh usia anak-anak dan remaja, merupakan akibat dari keluarga yang broken home dan akibat dari peran ibu yang dilematis yaitu antar menjadi ibu pengurus rumah tangga dan ibu karier.
Islam dalam memberikan sanjungan dan penghormatan terhadap orang tua terkhusus adalah seorang ibu tanpa mengenal batasan waktu dan bulan-bulan tertentu. Ikatan emosional seorang ibu terhadap anaknya sudah menyatu bagaikan satu tubuh. Ikatan emosional itu menganjurkan setiap anak untuk selalu berikhtiram (memberi penghormatan yang sangat baik) bagi ibu. Dari sebuah kisah sufi, “Adalah hak Ibumu agar engkau mengingatnya bahwa beliau telah mengandungmu dalam rahimnya selama beberapa bulan. Memeliharamu dengan sari hidupnya. Mengerahkan semua yang ada padanya untuk memelihara dan melindungimu. Dia tidak memedulikan rasa laparnya, sedangkan engkau diberinya makan sepuas-puasnya. Dia mengalami rasa haus sementara dahagamu dipuaskan. Dia mungkin tak berpakaian layak, tapi engkau diberinya baju yang baik-baik. Dia mungkin berdiri di panas terik matahari, sementara engkau berteduh dalam bayangannya. Dia meninggalkan tidurnya yang enak demi tidurmu yang pulas. Dia melindungimu dari panas dan dingin. Dia menanggung semua kesusahan itu demi engkau! Maka engkau layak untuk mengetahui, bahwa engkau tak akan mampu bersyukur kepada Ibumu secara pantas, kecuali Allãh menolongmu dan memberikan keridaan untuk membalas akal-budinya.”
Sanjungan terhadap pengorbanan dan ketulusan seorang ibu terus mengalir dari setiap orang. Banyak dari syair-syair lagu yang terus merangkai untaian kalimat sanjungan kepada seorang ibu hingga menggetarkan hati bagi para pendengarnya. Tak luput juga banyak dari para trainer-trainer pengembangan spiritual mengangkat soal perjuangan dan kasih sayang ibu hingga membuat air mata audiens keluar dan seakan-akan terhipnotis untuk kembali kepada pangkuan seorang ibu. Rhoma irama dalam nada dan da’wahnya membawakan soal perjungan ibu dalam lagunya berjudul keramat. Si raja dang dut mengingatkan kita “hai manusia hormati ibumu yang melahirkan dan membesarkan mu. Darah dagingmu dari air susunya, jiwa ragamu dari kasih sayangnya. Dialah manusia satu-satunya yang menyayangimu tanpa ada batasnya. Do’a ibumu akan dikabulkan Tuhan dan kutukannya jadi kenyataan. Ridlo ilahi karena keridloannya dan murka ilahi karena murkanya. Jika engkau sayang pada kekasihmu, lebih kasih sayanglah pada ibumu dan jika engkau patuh pada raja, lebih patuhlah pada ibumu. Dia bukanlah seperti gunung tempat kita meminta, bukan lautan tempat kita memuja. bukan dukun tempat kita menghiba dan bukan juga kuburan tempat kita memohon do’a tiada keramat yang ampuh di dunia selain dari do’a ibumu. Untaian syair lagu tersebut mengingatkan kepada kita untuk selalu meminta do’a kepadanya meskipun kita telah dewasa.
Kepedulian kepada seorang ibu pun tidak hanya tertuang pada syair lagu-lagu. Namun dalam beberapa hal, kata istilah ibu juga lebih sering kita jumpai dari pada kata seorang ayah. Hal ini dapat kita ketahui bahwa pemerintah menggunakan kata ibu sebagai induk dari suatu Negara misalnya ibu kota bukan ayah kota. Dalam penghormatan jabatan pun kata ibu lebih diuatamakan misalkan jika seorang ayah menjadi president, maka istrinya sang prisiden pun akan mendapat sanjungan sebagai “ibu president”. Namun lain halnya, jika sang istri menjadi ibu president, maka sang suami (ayah) belum tentu atau bahkan tidak akan mendapatkan sanjungan sebagai bapak president melainkan suami ibu president.
Selalu memberi dan tidak mangharap imbalan kembali merupakan kalimat yang sangat cocok bagi perjuangan seorang ibu. Patut kita hormati dan hargai sepanjang masa sampai kita meninggal. Sifatnya yang menentukan maju dan mundurnya peradaban menjadi keharusan untuk ber-empu (bersandar) padanya. Keikhlasan yang tersirat dalam wajahnya dalam melayani dan mendidik anaknya mengajarkan kita arti ketulusan kepada semua orang. Kelembutan sikapnya mengajarkan kita untuk selalu berempati pada orang lain. Kesungguhannya dalam membimbing kita mengajarkan kita tentang arti tanggung jawab pada setiap yang dibebankan kepada kita. Sedangkan ketabahan dan kesabarannya mengajarkan kepada kita untuk selalu berprilaku sebelum berpikir.
Oleh karena itu lahirnya generasi peradaban baru akan menjadi lebih baik jika mereka bisa belajar dan meneladani kisah-kisah perjuangan seorang ibu. Generasi yang selalu birul walidain (berbuat baik pada ibu (kedua orang tua) )akan selalu mendapatkan pencerahan dalam proses berjalannya waktu. Kesulitan dan kerumitan yang dihadapi dalam hidup akan menjadi tantangan yang harus diselesaikan dengan bijak. Sedangkan petuah-petuah yang diberikan oleh ibu sejak kecil hingga dewasa menjadi panduan dasar dalam melaksanakan tugas-tugas. Kasih sayangnya dalam bersikap serta untaian do’anya disela-sela sholat memberikan spirit bagi anaknya disaat sudah tidak ada lagi orang yang peduli dengannya. Sungguh begitu mulianya seorang ibu. Dia remas bara untuk menghangatkan anaknya, dia rayu maut demi menghidupi anaknya. Senyumannya ibarat cahaya yang menyinari hari esok, meskipun wajah Keriputnya telah layu bicara dunia dan fisiknya tergolek lemah namun kata-kata sang ibu masih membara menyongsong generasi pembaru peradaban bangsa.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda dan Silahkan Tinggalkan Komentar