By: Ridho Islami
(Mahasiswa psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta)
(Mahasiswa psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta)
Pada zaman globalisasi, dimana nilai-nilai moral dan batas-batas kebudayaan bangsa sangat mempengaruhi perkembangan karakteristik anak. Ada sebagian semi konsensus yang mengatakan bahwa umat manusia sedang menghadapi masa kritis karena dikepung oleh arus yang sifatnya telah mengglobal dari segala arah. Di sisi lain semakin melemahnya penerapan nilai-nilai agama dan nilai-nilai kebudayaan bangsa sendiri akibat penjajahan intelektual dan kebudayaan antar bangsa. Era globalisasi telah menjadi panggung sandiwara dunia dengan alur cerita khas hukum rimba yaitu yang punya power atau kekuatan yang berhak mengendalikan yang lemah. Tragisnya lagi, dan menambah kritis bangsa adalah peran para orang tua dalam menghadapinya tanpa mempersiapkan generasi yang mampu menghadapi tantangan zaman. Banyak dari sebagian para orang tua telah lupa akan tanggung jawabnya mengasuh anak dan lebih mementingkan aspek material sebagai pertahanan hidup. Sehingga tujuan untuk mendidik anak agar mampu berani menghadapi tantangan hidup hanya menjadi catatan pinggiran bagi kamus kehidupan berkeluarga.
Hampir ada animo masyarakat yang menilai bahwa banyak anak-anak Indonesia yang masih belum mempunyai rasa percaya diri yang kuat dalam mempersiapkan masa depan mereka. Perasaan menganggap terlalu rendah pada diri sendiri atau orang yang menganggap diri sendiri terlalu rendah dikatakan rendah diri. Hal ini membuat mereka terlalu lambat dalam melakukan terobosan yang baru atau berpikir kreatif. Banyak dari anak bangsa kita yang lebih cenderung meniru peradaban luar negeri mislanya, model penampilan, sikap dan atribut-atribut lain.
Berlandaskan semua itu dan sadar akan kondisi kritis yang dihadapi oleh bangsa ini, maka keluarga dan orang tua menjadi penyokong utama sebagai dasar peletak benih-benih karakter anak yang kuat pendiriannya dalam rangka perbaikan dan pengembangan masa depan bangsa.
Keluarga merupakan tempat terpenting diantara lembaga-lembaga sosial yang memiliki perhatian terhadap pengasuhan anak. Lembaga apapun tidak akan mampu menggantikan posisi keluarga dalam mendidik anak khususnya pada awal tahun –tahun pertama perkembangan anak, meskipun sains dan tatanan kemasyarakatan telah berkembang pesat. Karena anak ketika pertama melihat keluarganya akan tergambar di imajinasi mereka tentang gambaran kehidupan dan jalan menuju kesuksesan.
Imam Ghazali mengatakan : “Anak adalah amanat bagi kedua orang tua. Hatinya yang suci ibarat permata, masih lugu dan polos, sama sekali belum terdapat ukiran dan lukisan. Hati seorang anak masih sangat mungkin untuk dibentuk dan diukur, dan akan cenderung terhadap apa saja yang dibiasakan padanya. Apabila hatinya diajarkan dan dibiasakan dengan kebaikan, maka dia akan tumbuh bersama kebaikan tersebut, dan niscaya dia akan hidup bahagia baik didunia dan akhirat. Ayah ibunya, guru-gurunya serta para pendidiknya pun akan mendapat bagian pahala dari segala kebaikannya yang diperbuatnya. Sebaliknya bila hati anak dibiasakan dengan berbagai kejahatan dan diabaikan seperti seekor binatang, maka dia akan menderita dan binasa.
Pola Asuh anak akan berjalan dengan baik jika seorang ibu dan ayah selalu bekerjasama dalam membentuk rasa percaya diri anak. Setiap Anak dilahirkan dengan kapasitas untuk belajar, tetapi ia tidak memiliki pola-pola naluri tentang bagaimana ia harus bersikap dalam situasi-situasi tertentu. Walaupun begitu tidak lama kemudian timbulah kesadaran di dalam diri si bayi tentang orang lain disekitarnya dan saat itulah kedirian dan pembentukan kepribadian dimulai. Menyamakan diri dengan orang lain merupakan salah satu mekanisme penting di dalam perkembangan yang terus-menerus dari tingkah laku manusia. Oleh karena itu dalam proses perkembangannya menuju kepada kedewasaan memerlukan perhatian dari orang tua. Setiap perkembangan manusia bukan dimulai dari perkembangan “aku” tetapi dari “kita” (undifferentiated), karena diasuh oleh dan bergantung kepada orang tua dan manusia yang ada disekitarnya.
Co parenting merujuk bagaimana seorang ibu dan ayah dapat bekerjasama dalam mendidik anak ditengah kesibukan kariernya. Co Parenting adalah Pengasuhan yang mempunyai gagasan kedua orang tua terlibat secara seimbang pada anak (koentjoro&Budi Andayani,2004). Keterlibatan ayah dalam pola pengasuhan anak sebenarnya telah mengembalikan pada hakikat hidup berkeluarga yaitu teciptanya hubungan yang harmonis dengan pasangan dan kebahagian dalam pernikahan. (Doherty dkk 1996, dalam koentjoro&Budi Andayani,2004) memberikan lima factor penting yang mempengaruhi keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak. Factor-faktor tersebut adalah factor ibu, factor ayah sendiri, factor anak, factor coparental dan factor konstekstual. Semua factor tersebut saling berinterasksi.
Factor ibu adalah faktor yang sangat penting dalam menentukan corak interaksi ayah dengan anak. Karena dalam hal ini ibu merupakan orang yang selalu memberikan evaluasi pada ayah ketika mereka terlibat dengan anak-anak. Faktor ayah sendiri dalam berinteraksi dengan anak sangat dipengaruhi oleh peran seorang ibu. Keaktifan ayah dalam pengasuhan anak bisa memberikan kecemasan pada ibu karena merasa kehilangan identitas keibuannya. Oleh karena itu perlu adanya factor coparental antar suami istri. Ketika hubungan dengan istri kurang memuaskan, atau penuh konflik, ayah cenderung menjauh dari anak. Namun jika ayah masih berinteraksi dengan anak ketika hubungan suami istri tidak memuaskan, maka pola perilakunya terhadap anak juga cenderung kurang positif dan suportif (Brody dkk.,1986; Miller, Cowan, Cowan,& Clingempeel,1993 dalam koentjoro&Budi Andayani,2004).
Factor anak merupakan factor yang tidak dapat diabaikan dalam perilaku pengasuhan ayah. Marsaglio 1991, dalam koentjoro&Budi Andayani,2004 mendapatkan gambaran bahwa ayah cenderung lebih nyaman berinteraksi dengan laki-laki dari pada anak perempuan. Oleh karena itu karakteristik anak juga sangat diperhatikan dalam pola pengasuhan. faktor kontekstual yang oleh (Doherty dkk 1996 dalam koentjoro&Budi Andayani,2004) ditunjuk sebagai factor yang berperan adalah factor ekonomi keluarga, dukungan social dan bantuan dari orang-orang dekat seperti keluarga asal dan saudara yang lain. Kemampuan ekonomi yang dimiliki oleh ayah merupakan satu aspek yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis suami istri dan selanjutnya berdampak pada cara pengasuhan anak.
Pola asuh Co-parenting yang didasarkan pada pemberian tauladan (modelling) pada anak akan cepat memberikan pengaruh pada perkembangan rasa percaya diri anak. Modeling is procedure that presents a sample of given behavior to an individual to induce that individual to engage in a similar behavior. Modeling adalah prosedur yang menyajikan contoh perilaku yang diberikan kepada individu untuk mendorong individu terlibat dalam perilaku yang sama. Hasan langgulung mengatakan bahwa pola asuh atau pendidikan itu bermula dan meniru induktronisasi. Dalam psikologi perkembangan juga disebutkan bahwa perkembangan kepribadian anak, selalu membutuhkan tokoh identifikasi. Biasanya tokoh identifikasi yang ingin dijadikan sebagai orang yang ingin ditiru adalah kedua orang tuanya.
Bandura menyatakan bahwa ada empat tahap penting dalam proses modelling, yaitu:
* Attention: hal pertama dalam proses pembelajaran adalah memiliki atensi. Atensi merupakan proses kognitif selektif dimana anak berkonsentrasi pada satu aspek lingkungan dan mengabaikan hal-hal lain yang tidak mempunyai makna baginya. Contoh pada bayi umur 0-2 tahun : kepekaan utama terletak pada latihan alat indera, motorik dan perluasan perkembangan bahasanya. Setiap pengalaman langsung dihayatinya sebagai pengalaman yang amat mendalam (peak experience), Oleh karena itu model yang diberikan oleh orang tua hendaknya disesuaikan dengan pola pikir dan kebutuhan anak sehingga dapat memberikan atensi pada mereka.
* Retention: kedua adalah mempertahankan bentuk mental images atau deksripsi verbal yang telah diberikan atensi didalam memory anak agar dapat di-recall saat akan direproduksi.
* Reproduksi: adalah penerjemahan image atau deksripsi verbal kedalam prilaku, dalam hal ini orang tua seharusnya mampu memberikan gambaran tentang perilaku yang telah mereka jelaskan kepada anak mereka. Misalnya: orang tua mengajarkan anak untuk berani bicara dihadapan banyak orang dengan mengajak anak ketika ada perkumpulan dengan masyarakat atau ketika saat mengisi acara-acara. Hal ini dimaksudkan agar timbul dorongan dari si anak untuk meniru apa yang telah diperbuat oleh orang tuanya.
* Motivasi: Hal-hal yang telah disebutkan diatas tidak akan terjadi tanpa adanya motivasi untuk melakukan. Motivasi merupakan dorongan yang seharusnya diberikan oleh orang tua kepada anaknya agar selalu melaksanakan apa yang telah diajarkan kepada mereka. Salah satu motivasi yang dapat meningkatkan kualitas perbuatan anak yaitu dengan memberikan pujian. misalnya, jika anak telah berani menunjukan sikap keberaniannya dalam aktivitas atau sikap kemandiriannya maka orang tua harus selalu memberikan dorongan atau pujian untuk selalu berbuat yang demikian. Karena jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia akan belajar percaya diri, jika dia dibesarkan dengan pujian maka ia akan belajar menghargai orang lain dan jika di selalu diberi rasa kasih sayang dan persahabatan maka ia akan terbiasa dengan pendiriannya.
C. Kesimpulan
Anak adalah tumpuan harapan, sekaligus amanat yang besar. Orang tua bertanggung jawab untuk mempersiapkan mereka sebaik-baiknya sehingga menjadi insan yang sholeh dan mushlih. Ini bukanlah tugas yang ringan, akan tetapi di butuhkan sebuah kerja sama dari seorang ibu dan ayah dalam pengasuhannya. Co parenting yang berbasis modelling merupakan salah satu cara pola pengasuhan yang bisa dijadikan sebagai rujukan dalam meningkatkan rasa percaya diri anak.. Pada prinsip co parenting, orang tua seharusnya juga mampu menghadirkan tokoh-tokoh yang dapat ditiru dalam membangun karakter anak. Proses modeling pun bisa dilakukan dengan cara memberi contoh secara langsung ataupun lewat cerita-cerita tokoh yang mampu menginspirasi jendela dunia seperti: cerita para nabi, sahabat, dan orang-orang yang sukses.
Orang tua yang memelihara prinsip-prinsip kehidupan berkeluarga dan memperlakukan anak-anak mereka dengan perhatian, pendidikan, pengawasan, dan pengarahan, sesungguhnya telah membwa anak-anak mereka menuju gerbang kebahagian dan masa depan gilang gemilang. Dengan cara tersebut mereka telah memberi sarana yang luas bagi anak-anak mereka untuk mendapatkan kehidupan yang lapang dan tenang. Sebaliknya ayah dan ibu yang tidak mempedulikan pengembangan rasa percaya diri anak, sesungguhnya telah memberikan pengaruh negative terhadap masa depan anak. Menjadikan anak mereka sebagai mangsa kesengsaraan, menempatkannya jauh dari jalan kebenaran serta mengantarkannya ke tepi jurang kehancuran.
Dari uraian diatas, dapat dipahami bahwa pola pengasuhan dalam keluarga dengan prinsip co parenting berbasis modelling memiliki peran yang sangat penting karena menjadi dasar bagi pembentukan rasa percaya diri anak.. Jadi apabila pada masa kecil mendapatkan penanaman yang salah, maka sampai besar ia akan teringat bahwa ia telah mendapatkan keterangan yang salah dan dari sini diharapkan kehati-hatiannya dalam memberikan keterangan yang nantinya tidak memberikan keterangan yang salah pula mengingat apa yang didengar dan dilihat anak pada masa kecil akan membekas dan mempengaruhi karakteristiknya.
Daftar Pustaka
Andayani Budi & Koentjoro. 2004. Peran Ayah Menuju Coparenting. CV,Citra media.
Ahmad Asy-syas, Hidayatulloh. 2006. Mausu’atut-Tarbiyah-‘Amaliyah lith-Thifl (Ensiklopedi Pendidikan Anak Muslim). Darus-salam, kairo mesir.
Baharuddin. 2009. Pendidikan dan psikologi perkembangan. Ar-ruzz media. Jogjakarta.
Dahar, R.W. 1988. Teori-teori belajar. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti .Proyek pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan: Jakarta.
Said mursi Muhammad. 2001. Melahirkan Anak Masya Allah. Cendikia. Jakarta
Majalah tarbawi. Edisi Khusus Perempuan-perempuan Mozaik Cinta ketulusan dan pengorbanan.
Makalah Co-Parenting berbasis modeling dalam pembentukan karakter anak sholeh.juara 3 nasional dalam lomba penulisan psikologi islami dan aplikasinya yang di selenggarakan oleh KESSPI Undip. 15 Nopember 2010. By: Ridho islami.
http:// www.Helpguide.org/mental/coparenting shared parenting divorce.htm. di akses pada tanggal 4 oktober pukul 05.33 wib.
Hampir ada animo masyarakat yang menilai bahwa banyak anak-anak Indonesia yang masih belum mempunyai rasa percaya diri yang kuat dalam mempersiapkan masa depan mereka. Perasaan menganggap terlalu rendah pada diri sendiri atau orang yang menganggap diri sendiri terlalu rendah dikatakan rendah diri. Hal ini membuat mereka terlalu lambat dalam melakukan terobosan yang baru atau berpikir kreatif. Banyak dari anak bangsa kita yang lebih cenderung meniru peradaban luar negeri mislanya, model penampilan, sikap dan atribut-atribut lain.
Berlandaskan semua itu dan sadar akan kondisi kritis yang dihadapi oleh bangsa ini, maka keluarga dan orang tua menjadi penyokong utama sebagai dasar peletak benih-benih karakter anak yang kuat pendiriannya dalam rangka perbaikan dan pengembangan masa depan bangsa.
Keluarga merupakan tempat terpenting diantara lembaga-lembaga sosial yang memiliki perhatian terhadap pengasuhan anak. Lembaga apapun tidak akan mampu menggantikan posisi keluarga dalam mendidik anak khususnya pada awal tahun –tahun pertama perkembangan anak, meskipun sains dan tatanan kemasyarakatan telah berkembang pesat. Karena anak ketika pertama melihat keluarganya akan tergambar di imajinasi mereka tentang gambaran kehidupan dan jalan menuju kesuksesan.
Imam Ghazali mengatakan : “Anak adalah amanat bagi kedua orang tua. Hatinya yang suci ibarat permata, masih lugu dan polos, sama sekali belum terdapat ukiran dan lukisan. Hati seorang anak masih sangat mungkin untuk dibentuk dan diukur, dan akan cenderung terhadap apa saja yang dibiasakan padanya. Apabila hatinya diajarkan dan dibiasakan dengan kebaikan, maka dia akan tumbuh bersama kebaikan tersebut, dan niscaya dia akan hidup bahagia baik didunia dan akhirat. Ayah ibunya, guru-gurunya serta para pendidiknya pun akan mendapat bagian pahala dari segala kebaikannya yang diperbuatnya. Sebaliknya bila hati anak dibiasakan dengan berbagai kejahatan dan diabaikan seperti seekor binatang, maka dia akan menderita dan binasa.
Pola Asuh anak akan berjalan dengan baik jika seorang ibu dan ayah selalu bekerjasama dalam membentuk rasa percaya diri anak. Setiap Anak dilahirkan dengan kapasitas untuk belajar, tetapi ia tidak memiliki pola-pola naluri tentang bagaimana ia harus bersikap dalam situasi-situasi tertentu. Walaupun begitu tidak lama kemudian timbulah kesadaran di dalam diri si bayi tentang orang lain disekitarnya dan saat itulah kedirian dan pembentukan kepribadian dimulai. Menyamakan diri dengan orang lain merupakan salah satu mekanisme penting di dalam perkembangan yang terus-menerus dari tingkah laku manusia. Oleh karena itu dalam proses perkembangannya menuju kepada kedewasaan memerlukan perhatian dari orang tua. Setiap perkembangan manusia bukan dimulai dari perkembangan “aku” tetapi dari “kita” (undifferentiated), karena diasuh oleh dan bergantung kepada orang tua dan manusia yang ada disekitarnya.
Co parenting merujuk bagaimana seorang ibu dan ayah dapat bekerjasama dalam mendidik anak ditengah kesibukan kariernya. Co Parenting adalah Pengasuhan yang mempunyai gagasan kedua orang tua terlibat secara seimbang pada anak (koentjoro&Budi Andayani,2004). Keterlibatan ayah dalam pola pengasuhan anak sebenarnya telah mengembalikan pada hakikat hidup berkeluarga yaitu teciptanya hubungan yang harmonis dengan pasangan dan kebahagian dalam pernikahan. (Doherty dkk 1996, dalam koentjoro&Budi Andayani,2004) memberikan lima factor penting yang mempengaruhi keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak. Factor-faktor tersebut adalah factor ibu, factor ayah sendiri, factor anak, factor coparental dan factor konstekstual. Semua factor tersebut saling berinterasksi.
Factor ibu adalah faktor yang sangat penting dalam menentukan corak interaksi ayah dengan anak. Karena dalam hal ini ibu merupakan orang yang selalu memberikan evaluasi pada ayah ketika mereka terlibat dengan anak-anak. Faktor ayah sendiri dalam berinteraksi dengan anak sangat dipengaruhi oleh peran seorang ibu. Keaktifan ayah dalam pengasuhan anak bisa memberikan kecemasan pada ibu karena merasa kehilangan identitas keibuannya. Oleh karena itu perlu adanya factor coparental antar suami istri. Ketika hubungan dengan istri kurang memuaskan, atau penuh konflik, ayah cenderung menjauh dari anak. Namun jika ayah masih berinteraksi dengan anak ketika hubungan suami istri tidak memuaskan, maka pola perilakunya terhadap anak juga cenderung kurang positif dan suportif (Brody dkk.,1986; Miller, Cowan, Cowan,& Clingempeel,1993 dalam koentjoro&Budi Andayani,2004).
Factor anak merupakan factor yang tidak dapat diabaikan dalam perilaku pengasuhan ayah. Marsaglio 1991, dalam koentjoro&Budi Andayani,2004 mendapatkan gambaran bahwa ayah cenderung lebih nyaman berinteraksi dengan laki-laki dari pada anak perempuan. Oleh karena itu karakteristik anak juga sangat diperhatikan dalam pola pengasuhan. faktor kontekstual yang oleh (Doherty dkk 1996 dalam koentjoro&Budi Andayani,2004) ditunjuk sebagai factor yang berperan adalah factor ekonomi keluarga, dukungan social dan bantuan dari orang-orang dekat seperti keluarga asal dan saudara yang lain. Kemampuan ekonomi yang dimiliki oleh ayah merupakan satu aspek yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis suami istri dan selanjutnya berdampak pada cara pengasuhan anak.
Pola asuh Co-parenting yang didasarkan pada pemberian tauladan (modelling) pada anak akan cepat memberikan pengaruh pada perkembangan rasa percaya diri anak. Modeling is procedure that presents a sample of given behavior to an individual to induce that individual to engage in a similar behavior. Modeling adalah prosedur yang menyajikan contoh perilaku yang diberikan kepada individu untuk mendorong individu terlibat dalam perilaku yang sama. Hasan langgulung mengatakan bahwa pola asuh atau pendidikan itu bermula dan meniru induktronisasi. Dalam psikologi perkembangan juga disebutkan bahwa perkembangan kepribadian anak, selalu membutuhkan tokoh identifikasi. Biasanya tokoh identifikasi yang ingin dijadikan sebagai orang yang ingin ditiru adalah kedua orang tuanya.
Bandura menyatakan bahwa ada empat tahap penting dalam proses modelling, yaitu:
* Attention: hal pertama dalam proses pembelajaran adalah memiliki atensi. Atensi merupakan proses kognitif selektif dimana anak berkonsentrasi pada satu aspek lingkungan dan mengabaikan hal-hal lain yang tidak mempunyai makna baginya. Contoh pada bayi umur 0-2 tahun : kepekaan utama terletak pada latihan alat indera, motorik dan perluasan perkembangan bahasanya. Setiap pengalaman langsung dihayatinya sebagai pengalaman yang amat mendalam (peak experience), Oleh karena itu model yang diberikan oleh orang tua hendaknya disesuaikan dengan pola pikir dan kebutuhan anak sehingga dapat memberikan atensi pada mereka.
* Retention: kedua adalah mempertahankan bentuk mental images atau deksripsi verbal yang telah diberikan atensi didalam memory anak agar dapat di-recall saat akan direproduksi.
* Reproduksi: adalah penerjemahan image atau deksripsi verbal kedalam prilaku, dalam hal ini orang tua seharusnya mampu memberikan gambaran tentang perilaku yang telah mereka jelaskan kepada anak mereka. Misalnya: orang tua mengajarkan anak untuk berani bicara dihadapan banyak orang dengan mengajak anak ketika ada perkumpulan dengan masyarakat atau ketika saat mengisi acara-acara. Hal ini dimaksudkan agar timbul dorongan dari si anak untuk meniru apa yang telah diperbuat oleh orang tuanya.
* Motivasi: Hal-hal yang telah disebutkan diatas tidak akan terjadi tanpa adanya motivasi untuk melakukan. Motivasi merupakan dorongan yang seharusnya diberikan oleh orang tua kepada anaknya agar selalu melaksanakan apa yang telah diajarkan kepada mereka. Salah satu motivasi yang dapat meningkatkan kualitas perbuatan anak yaitu dengan memberikan pujian. misalnya, jika anak telah berani menunjukan sikap keberaniannya dalam aktivitas atau sikap kemandiriannya maka orang tua harus selalu memberikan dorongan atau pujian untuk selalu berbuat yang demikian. Karena jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia akan belajar percaya diri, jika dia dibesarkan dengan pujian maka ia akan belajar menghargai orang lain dan jika di selalu diberi rasa kasih sayang dan persahabatan maka ia akan terbiasa dengan pendiriannya.
C. Kesimpulan
Anak adalah tumpuan harapan, sekaligus amanat yang besar. Orang tua bertanggung jawab untuk mempersiapkan mereka sebaik-baiknya sehingga menjadi insan yang sholeh dan mushlih. Ini bukanlah tugas yang ringan, akan tetapi di butuhkan sebuah kerja sama dari seorang ibu dan ayah dalam pengasuhannya. Co parenting yang berbasis modelling merupakan salah satu cara pola pengasuhan yang bisa dijadikan sebagai rujukan dalam meningkatkan rasa percaya diri anak.. Pada prinsip co parenting, orang tua seharusnya juga mampu menghadirkan tokoh-tokoh yang dapat ditiru dalam membangun karakter anak. Proses modeling pun bisa dilakukan dengan cara memberi contoh secara langsung ataupun lewat cerita-cerita tokoh yang mampu menginspirasi jendela dunia seperti: cerita para nabi, sahabat, dan orang-orang yang sukses.
Orang tua yang memelihara prinsip-prinsip kehidupan berkeluarga dan memperlakukan anak-anak mereka dengan perhatian, pendidikan, pengawasan, dan pengarahan, sesungguhnya telah membwa anak-anak mereka menuju gerbang kebahagian dan masa depan gilang gemilang. Dengan cara tersebut mereka telah memberi sarana yang luas bagi anak-anak mereka untuk mendapatkan kehidupan yang lapang dan tenang. Sebaliknya ayah dan ibu yang tidak mempedulikan pengembangan rasa percaya diri anak, sesungguhnya telah memberikan pengaruh negative terhadap masa depan anak. Menjadikan anak mereka sebagai mangsa kesengsaraan, menempatkannya jauh dari jalan kebenaran serta mengantarkannya ke tepi jurang kehancuran.
Dari uraian diatas, dapat dipahami bahwa pola pengasuhan dalam keluarga dengan prinsip co parenting berbasis modelling memiliki peran yang sangat penting karena menjadi dasar bagi pembentukan rasa percaya diri anak.. Jadi apabila pada masa kecil mendapatkan penanaman yang salah, maka sampai besar ia akan teringat bahwa ia telah mendapatkan keterangan yang salah dan dari sini diharapkan kehati-hatiannya dalam memberikan keterangan yang nantinya tidak memberikan keterangan yang salah pula mengingat apa yang didengar dan dilihat anak pada masa kecil akan membekas dan mempengaruhi karakteristiknya.
Daftar Pustaka
Andayani Budi & Koentjoro. 2004. Peran Ayah Menuju Coparenting. CV,Citra media.
Ahmad Asy-syas, Hidayatulloh. 2006. Mausu’atut-Tarbiyah-‘Amaliyah lith-Thifl (Ensiklopedi Pendidikan Anak Muslim). Darus-salam, kairo mesir.
Baharuddin. 2009. Pendidikan dan psikologi perkembangan. Ar-ruzz media. Jogjakarta.
Dahar, R.W. 1988. Teori-teori belajar. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti .Proyek pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan: Jakarta.
Said mursi Muhammad. 2001. Melahirkan Anak Masya Allah. Cendikia. Jakarta
Majalah tarbawi. Edisi Khusus Perempuan-perempuan Mozaik Cinta ketulusan dan pengorbanan.
Makalah Co-Parenting berbasis modeling dalam pembentukan karakter anak sholeh.juara 3 nasional dalam lomba penulisan psikologi islami dan aplikasinya yang di selenggarakan oleh KESSPI Undip. 15 Nopember 2010. By: Ridho islami.
http:// www.Helpguide.org/mental/coparenting shared parenting divorce.htm. di akses pada tanggal 4 oktober pukul 05.33 wib.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda dan Silahkan Tinggalkan Komentar